Cerita Rossi Pindah Dari Honda Ke Yamaha
Valentino Rossi sudah bersama Honda sejak tahun 2000 saat kelas
premier saat itu masih 500 cc. Dengan Honda, Valentino Rossi bisa
mendapatkan gelar Juara Dunia 1 kali di kelas 500 cc di tahun 2001, dan 2
kali di kelas MotoGP pada tahun 2002 dan 2003.
Ada kisah menarik yang tak banyak diketahui orang, bagaimana kisah Rossi akhirnya memutuskan untuk berpaling pada pabrikan Yamaha di tahun 2004. Berdasarkan buku otobiografi Valentino Rossi "What if I had never tried it ..." (15/3/2006), Rossi menceritakan sendiri bagaimana Ia yang saat itu menjadi pembalap paling ditakuti dengan Honda, kemudian memilih pindah ke pabrikan Yamaha yang saat itu menjadi motor tak diunggulkan dan memiliki banyak masalah.
Rossi menceritakan di pertengahan musim 2003, Ia mulai merasa ada yang ganjil dan aneh pada pemimpin-pemimpin Honda pada dirinya. Menurut Rossi, Ia dan Honda mulai tidak mempunyai pandangan yang sama. Honda menganggap motornya dengan segala kecanggihan yang ada, adalah faktor utama yang membuat seseorang menenangkan balapan. Honda menjadi angkuh karena selalu memenangkan setiap balapan. Buktinya Honda bersama dengan Rossi mampu menjadi 3 kali juara dunia berturut-turut sejak 2001, 2002, dan 2003. Sedangkan Rossi berpendapat bahwa bukan faktor motor, tapi pembalap-lah yang seharusnya bisa mengendalikan motor untuk menang. Ditambah kerenggangan-kerenggangan yang terjadi antara Honda dan Rossi saat Rossi diminta untuk segera menandatangani perpanjangan kontraknya untuk musim 2004.
Di tengah ketidaknyamanan Rossi dengan Honda, datanglah tim Yamaha melalui Lin Jarvis dan David Brivio yang saat itu masih di Yamaha (sekarang menjadi direktur tim Suzuki), bertemu dengan Rossi di Ibiza. Dengan pertemuan tertutup di rumah Rossi di Ibiza, Spanyol, Brivio mencoba menawarkan Rossi pindah ke Yamaha. Namun saat itu, sebenarnya para petinggi Yamaha di Jepang tak mengharapkan Rossi untuk bergabung dengan mereka. Tapi, Rossi mencoba membuka diri pada Brivio.
Hingga suatu malam di GP Inggris 2003, Rossi dan Brivio ditemani dengan Lin Jarvis dan beberapa sahabat Rossi seperti Uccio, bertandang secara ilegal ke Box Yamaha. Rossi mencoba menunggangi M1-2003 milik pembalap Yamaha saat itu, Carlos Checa. Ada sensasi tersendiri untuk Rossi. Saat menunggangi Yamaha untuk pertama kalinya, Rossi sangat menilai Yamaha berbeda sangat jauh dengan Honda yang mempunyai sistem perkabelan yang lebih rapih. Rossi pun berpikir bahwa wajar kalau Yamaha saat itu menjadi motor yang sangat lemah karena selalu diotak-atik oleh orang yang berbeda-beda. Rossi tergelitik ingin membereskan masalah Yamaha. Namun ada satu bagian dari M1-2003 yang membuat Rossi terkesan. Yaitu sistem dahsboar yang sudah digital yang belum digunakan Honda.
Rossi masih mempunyai waktu untuk berpikir waras mengenai masa depannya di musim 2004. Selagi menimbang-nimbang apakah ia harus tetap meraih kejayaan bersama Honda atau membantu Yamaha lepas dari keterpurukannya? Rossi mendapat signal tawaran lain ke pabrikan dari bangsa sendiri, Italia yaitu Ducati. Rossi pun secara diam-diam berkunjung ke markas Ducati di Bologna, Italia. Ia melihat bagaimana kecanggihan dari Desmosedici. Namun, visi dan misi dari Ducati tampak seperti Honda yang mengagungkan motornya sebagai masterpiece dengan kecanggihan yang ada. Hal ini membuat Rossi mundur dan berpikir bukan Ducati yang cocok untuk tempatnya bernaung di masa depan. Rossi menginginkan bahwa pembalapnya lah yang mampu mengontrol motor, bukan motor yang mengontrol pembalapnya.
Rossi masih galau. Banyak orang yang bilang jika Ia ke Yamaha, Ia tak akan bisa menjadi juara seperti di Honda. Namun kata-kata itu malah membuat Rossi menjadi tertantang untuk mempunyai sesuatu hal dan perubahan baru. Hingga akhirnya di MObile Clinic (klinik MotoGP) di GP Brno, Rossi mengadakan pertemuan rahasia lagi dengan Lin Jarvis dan David Brivio. Rossi langsung ke pokok permasalahan dengan berkata Ia bertekad pindah ke Yamaha. Kata-kata itu sangat membuat dua orang Yamaha itu terkejut. Hingga pertemuan rahasia itu hampir saja diketahui oleh orang. Pasalnya petugas klinik datang. Teman Rossi yang berjaga di depan pintu memberitahu Rossi dan semuanya ada orang yang datang. Brivio dan Lin Jarvis yang sudah berumur saat itu harus mengumpat di bawah meja, sementara Rossi berpura-pura makan biskuit. Ketika petugas itu masuk dan bertanya "Apa semua baik-baik saja?" Rossi menjawab semua baik-baik saja, dan petugas itu kembali ke luar. Pertemuan rahasia itu berjalan sesuai dengan rencana.
Pada GP Montegi, Jepang Setelah balapan, Rossi mengembalikan kontrak kepada Honda yang ia tak tandatangani. Pihak Honda tak berkata apa-apa, namun ada kekecewaan dari mereka.
Sedangkan penandatanganan kontrak antara Yamaha dan Rossi terjadi setelah Rossi menuntaskan hutang dan targetnya kepada Honda dengan menjadi juara dunia di GP Sepang, Malaysia di 2003. Karena berpesta semalam suntuk dengan tim Honda dan Angel Nieto di Menara Petronas, Malaysia, Rossi sampai bangun kesiangan keesokan harinya, sementara Yamaha sudah menunggu cemas kedatangan Rossi untuk meneken kontrak dengan mereka. Sebelum hilang harapan, Rossi datang ke kamar hotel Yamaha dengan koper di tangannya dan meminta Yamaha untuk buru-buru memberikan kontraknya, karena Rossi harus segera terbang ke Philip Island, Australia.
Penandatanganan kontrak antara Rossi dan Yamaha tak berjalan dengan formal. Rossi lebih suka hal-hal yang santai dan tidak formal (terlebih karena ia bangun kesiangan hari itu). Namun yang paling berat dari perpisahannya dengan Honda adalah melepaskan motornya RC211V Honda yang telah mengantarkannya pada 3 kali Juara Dunia.
Di tahun 2004 musim pertama Rossi bersama Yamaha. Keajaiban sungguh terjadi. Rossi membuktikan ucapannya benar bahwa kemenangan dikendalikan oleh pembalap bukan karena motornya. Di GP Welkom, Afrika Selatan 2004, Rossi berhasil menang juara pertama bersama Yamaha, motor yang dianggap gagal saat itu, dan mempermalukan pabrikan besar yang tak terkalahkan, Honda. Setelah garis finis, Rossi terlihat menangis sambil duduk di samping motornya. Tapi, Ia bukan menangis melainkan tertawa kencang karena Ia sendiri tak menyangka akan membuktikan kepada dunia bahwa Ia bisa membawa Yamaha menang.
Ada kisah menarik yang tak banyak diketahui orang, bagaimana kisah Rossi akhirnya memutuskan untuk berpaling pada pabrikan Yamaha di tahun 2004. Berdasarkan buku otobiografi Valentino Rossi "What if I had never tried it ..." (15/3/2006), Rossi menceritakan sendiri bagaimana Ia yang saat itu menjadi pembalap paling ditakuti dengan Honda, kemudian memilih pindah ke pabrikan Yamaha yang saat itu menjadi motor tak diunggulkan dan memiliki banyak masalah.
Rossi menceritakan di pertengahan musim 2003, Ia mulai merasa ada yang ganjil dan aneh pada pemimpin-pemimpin Honda pada dirinya. Menurut Rossi, Ia dan Honda mulai tidak mempunyai pandangan yang sama. Honda menganggap motornya dengan segala kecanggihan yang ada, adalah faktor utama yang membuat seseorang menenangkan balapan. Honda menjadi angkuh karena selalu memenangkan setiap balapan. Buktinya Honda bersama dengan Rossi mampu menjadi 3 kali juara dunia berturut-turut sejak 2001, 2002, dan 2003. Sedangkan Rossi berpendapat bahwa bukan faktor motor, tapi pembalap-lah yang seharusnya bisa mengendalikan motor untuk menang. Ditambah kerenggangan-kerenggangan yang terjadi antara Honda dan Rossi saat Rossi diminta untuk segera menandatangani perpanjangan kontraknya untuk musim 2004.
Di tengah ketidaknyamanan Rossi dengan Honda, datanglah tim Yamaha melalui Lin Jarvis dan David Brivio yang saat itu masih di Yamaha (sekarang menjadi direktur tim Suzuki), bertemu dengan Rossi di Ibiza. Dengan pertemuan tertutup di rumah Rossi di Ibiza, Spanyol, Brivio mencoba menawarkan Rossi pindah ke Yamaha. Namun saat itu, sebenarnya para petinggi Yamaha di Jepang tak mengharapkan Rossi untuk bergabung dengan mereka. Tapi, Rossi mencoba membuka diri pada Brivio.
Hingga suatu malam di GP Inggris 2003, Rossi dan Brivio ditemani dengan Lin Jarvis dan beberapa sahabat Rossi seperti Uccio, bertandang secara ilegal ke Box Yamaha. Rossi mencoba menunggangi M1-2003 milik pembalap Yamaha saat itu, Carlos Checa. Ada sensasi tersendiri untuk Rossi. Saat menunggangi Yamaha untuk pertama kalinya, Rossi sangat menilai Yamaha berbeda sangat jauh dengan Honda yang mempunyai sistem perkabelan yang lebih rapih. Rossi pun berpikir bahwa wajar kalau Yamaha saat itu menjadi motor yang sangat lemah karena selalu diotak-atik oleh orang yang berbeda-beda. Rossi tergelitik ingin membereskan masalah Yamaha. Namun ada satu bagian dari M1-2003 yang membuat Rossi terkesan. Yaitu sistem dahsboar yang sudah digital yang belum digunakan Honda.
Rossi masih mempunyai waktu untuk berpikir waras mengenai masa depannya di musim 2004. Selagi menimbang-nimbang apakah ia harus tetap meraih kejayaan bersama Honda atau membantu Yamaha lepas dari keterpurukannya? Rossi mendapat signal tawaran lain ke pabrikan dari bangsa sendiri, Italia yaitu Ducati. Rossi pun secara diam-diam berkunjung ke markas Ducati di Bologna, Italia. Ia melihat bagaimana kecanggihan dari Desmosedici. Namun, visi dan misi dari Ducati tampak seperti Honda yang mengagungkan motornya sebagai masterpiece dengan kecanggihan yang ada. Hal ini membuat Rossi mundur dan berpikir bukan Ducati yang cocok untuk tempatnya bernaung di masa depan. Rossi menginginkan bahwa pembalapnya lah yang mampu mengontrol motor, bukan motor yang mengontrol pembalapnya.
Rossi masih galau. Banyak orang yang bilang jika Ia ke Yamaha, Ia tak akan bisa menjadi juara seperti di Honda. Namun kata-kata itu malah membuat Rossi menjadi tertantang untuk mempunyai sesuatu hal dan perubahan baru. Hingga akhirnya di MObile Clinic (klinik MotoGP) di GP Brno, Rossi mengadakan pertemuan rahasia lagi dengan Lin Jarvis dan David Brivio. Rossi langsung ke pokok permasalahan dengan berkata Ia bertekad pindah ke Yamaha. Kata-kata itu sangat membuat dua orang Yamaha itu terkejut. Hingga pertemuan rahasia itu hampir saja diketahui oleh orang. Pasalnya petugas klinik datang. Teman Rossi yang berjaga di depan pintu memberitahu Rossi dan semuanya ada orang yang datang. Brivio dan Lin Jarvis yang sudah berumur saat itu harus mengumpat di bawah meja, sementara Rossi berpura-pura makan biskuit. Ketika petugas itu masuk dan bertanya "Apa semua baik-baik saja?" Rossi menjawab semua baik-baik saja, dan petugas itu kembali ke luar. Pertemuan rahasia itu berjalan sesuai dengan rencana.
Pada GP Montegi, Jepang Setelah balapan, Rossi mengembalikan kontrak kepada Honda yang ia tak tandatangani. Pihak Honda tak berkata apa-apa, namun ada kekecewaan dari mereka.
Sedangkan penandatanganan kontrak antara Yamaha dan Rossi terjadi setelah Rossi menuntaskan hutang dan targetnya kepada Honda dengan menjadi juara dunia di GP Sepang, Malaysia di 2003. Karena berpesta semalam suntuk dengan tim Honda dan Angel Nieto di Menara Petronas, Malaysia, Rossi sampai bangun kesiangan keesokan harinya, sementara Yamaha sudah menunggu cemas kedatangan Rossi untuk meneken kontrak dengan mereka. Sebelum hilang harapan, Rossi datang ke kamar hotel Yamaha dengan koper di tangannya dan meminta Yamaha untuk buru-buru memberikan kontraknya, karena Rossi harus segera terbang ke Philip Island, Australia.
Penandatanganan kontrak antara Rossi dan Yamaha tak berjalan dengan formal. Rossi lebih suka hal-hal yang santai dan tidak formal (terlebih karena ia bangun kesiangan hari itu). Namun yang paling berat dari perpisahannya dengan Honda adalah melepaskan motornya RC211V Honda yang telah mengantarkannya pada 3 kali Juara Dunia.
Di tahun 2004 musim pertama Rossi bersama Yamaha. Keajaiban sungguh terjadi. Rossi membuktikan ucapannya benar bahwa kemenangan dikendalikan oleh pembalap bukan karena motornya. Di GP Welkom, Afrika Selatan 2004, Rossi berhasil menang juara pertama bersama Yamaha, motor yang dianggap gagal saat itu, dan mempermalukan pabrikan besar yang tak terkalahkan, Honda. Setelah garis finis, Rossi terlihat menangis sambil duduk di samping motornya. Tapi, Ia bukan menangis melainkan tertawa kencang karena Ia sendiri tak menyangka akan membuktikan kepada dunia bahwa Ia bisa membawa Yamaha menang.
loading...
0 komentar: